Diabetes melitus adalah kondisi kronis yang ditandai oleh tingginya kadar gula darah. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terus berkembang di Indonesia. Tubuh penderita diabetes tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakannya secara efektif, hormon yang mengatur gula darah. Akibatnya, glukosa menumpuk di dalam darah dan seiring waktu dapat menyebabkan komplikasi serius pada banyak sistem tubuh.
Prevalensi dan Faktor Risiko Utama di Indonesia
Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun 2024, prevalensi diabetes pada populasi orang dewasa di Indonesia mencapai 11,3%. Angka ini menempatkan Indonesia di antara negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 juga mencatat bahwa 10,9% penduduk berusia 15 tahun ke atas menderita diabetes melitus tipe 2.
Peningkatan ini didorong oleh faktor gaya hidup dan budaya. Pola makan masyarakat Indonesia kaya akan karbohidrat sederhana, terutama nasi putih, serta konsumsi minuman dan jajanan manis. Masuknya budaya makanan cepat saji juga menambah asupan kalori, lemak tidak sehat, dan gula, khususnya dalam diet masyarakat urban.
Urbanisasi juga mendorong perubahan gaya hidup. Banyak masyarakat beralih ke pekerjaan kantoran yang sedenter, sehingga mengurangi aktivitas fisik harian. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi dan kurangnya fasilitas publik yang mendukung aktivitas fisik membatasi kesempatan untuk bergerak. Kombinasi asupan kalori tinggi dan pengeluaran energi rendah ini menciptakan kondisi ideal untuk obesitas, yang merupakan faktor risiko diabetes.
Selain faktor gaya hidup, terdapat bukti predisposisi genetik pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap diabetes tipe 2, bahkan pada indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah dibandingkan populasi Kaukasia. Faktor genetik ini berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan gaya hidup, sehingga mengakselerasi peningkatan kasus diabetes.
Mengenali dan Mendiagnosis Diabetes
Gejala umum diabetes meliputi sering buang air kecil (poliuria), terutama pada malam hari, dan rasa haus berlebih (polidipsia). Penderita juga dapat mengalami rasa lapar ekstrem (polifagia) yang disertai penurunan berat badan tanpa sebab jelas. Tanda peringatan lainnya adalah kelelahan terus-menerus, pandangan kabur, serta luka yang lambat sembuh.
Diagnosis diabetes ditegakkan melalui tes darah di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas atau rumah sakit. Tes yang paling umum adalah pengukuran kadar gula darah puasa. Untuk tes ini, pasien diminta tidak makan atau minum selama minimal delapan jam sebelum darah diambil.
Selain tes gula darah puasa, dokter dapat merekomendasikan tes Hemoglobin A1c (HbA1c). Tes ini memberikan gambaran rata-rata kadar gula darah selama dua hingga tiga bulan terakhir dan tidak memerlukan puasa. Hasil tes ini menjadi dasar bagi dokter untuk menegakkan diagnosis dan menentukan langkah penanganan.
Manajemen Diabetes dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia
Penatalaksanaan diabetes di Indonesia berpusat pada tiga pilar: modifikasi gaya hidup, obat-obatan oral, dan terapi insulin. Modifikasi gaya hidup mencakup pengaturan pola makan sehat dan peningkatan aktivitas fisik. Pasien diedukasi untuk mengurangi asupan gula dan karbohidrat sederhana, memperbanyak konsumsi serat, serta melakukan aktivitas fisik teratur seperti berjalan kaki atau bersepeda.
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia bersifat berjenjang, dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti Puskesmas. Di FKTP, pasien mendapatkan konsultasi, edukasi, dan memulai pengobatan dengan obat antidiabetes oral. Obat-obatan ini bekerja dengan membantu tubuh memproduksi lebih banyak insulin atau membuat sel tubuh lebih sensitif terhadapnya.
Pasien yang kondisinya tidak terkendali dengan obat oral atau memerlukan penanganan lebih lanjut akan dirujuk ke rumah sakit. Di sana, dokter spesialis dapat meresepkan kombinasi obat yang lebih kompleks atau memulai terapi insulin. Terapi insulin diperlukan ketika tubuh tidak lagi mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan berperan dalam aksesibilitas pengobatan. JKN menanggung biaya konsultasi, sebagian besar obat antidiabetes oral dan insulin, serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis. Jaminan ini membantu meringankan beban finansial pasien dan memungkinkan mereka mendapatkan perawatan jangka panjang yang berkelanjutan.
Upaya Nasional dan Strategi Pencegahan
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan inisiatif kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian diabetes. Salah satu programnya adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), sebuah kampanye nasional yang mendorong perilaku sehat. GERMAS mempromosikan tiga pilar: peningkatan aktivitas fisik, konsumsi sayur dan buah, serta deteksi dini penyakit secara berkala.
Upaya pengendalian dikoordinasikan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan. Direktorat ini merancang kebijakan dan pedoman nasional penanganan diabetes. Programnya mencakup penguatan layanan di Puskesmas melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, yang menyediakan skrining faktor risiko seperti obesitas, hipertensi, dan gula darah tinggi.
Selain skrining, Posbindu juga menjadi sarana edukasi dan konseling mengenai gaya hidup sehat. Melalui kombinasi kampanye publik seperti GERMAS dan program deteksi dini di tingkat komunitas, pemerintah berupaya menekan laju pertumbuhan diabetes. Ini juga bertujuan mengurangi dampaknya pada kesehatan masyarakat dan sistem kesehatan nasional.